Tradisi Lisan Mangayun Namenek di Kenagarian Tanjung Betung Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman

Peneltian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan struktur penceritaan Mangayun
Namenek, (2) kedudukan dan fungsi Mangayun Namenek. Jenis Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Untuk memperoleh data
yang akurat peneliti mewawancarai langsung informan, merekam dan melakukan
pengamatan pada acara Mangayun Namenek yaitu, mulai awal sampai akhir acara.
Pertunjukan Mangayun Namenek dimainkan oleh 4-6 orang laki-laki dan
perempuan. Pendukung aktif disebut Tim Parsanji (mandindong). Umur pemain sekitar
17 sampai 60 tahun. Kalau masih sanggup tidak tertutup kemungkinan pemainnya di atas
umur enam puluh tahun. Tradisi lisan Mangayun Namenek biasanya dilakukan kapan saja
yang penting anak yang akan diayun ada di tengah-tengah keluarga dan keluarga tersebut
siap untuk mengangkat acara. Pertunjukan ini paling sering diadakan pada hari Jum’at,
dimulai pukul 07.00-11.00 WIB. Dalam pertunjukan, posisi Tim Parsanji dan undangan
duduk berdasarkan bentuk ruangan rumah. Tim Parsanji ini duduk berdekatan, di tengah
tengah mereka digantung buaian untuk tempat si anak diayun. Acara dibuka oleh suhut
sihabolonan (sepangkalan) dan nantinya dibalas oleh imam khatib.
Tradisi Lisan Pada Uapacara Mangayun Namenek merupakan kesenian beradat,
karena tata caranya diatur dan disusun hatobangon (orang yang dianggap tua di kampung
itu) serta tokoh masyrakat sesuai dengan adat yang berlaku. Pertunjukan ini dihadiri
hatobangon (orang yang dianggap tua di kampung itu), alim ulama, cerdik pandai dan
tokoh masyarakat lainnya. Fungsi tradisi ini sebagai fungsi batin yaitu memulai ayat sanji
dan syair yang dibacakan kiranya masuk kedalam jiwa si anak dan semoga ia selamat
dalam menempuh hidupnya.