Pemanfaatan Limbah Kertas Koran Sebagai Bahan Pengganti Agregat Halus Pada Pembuatan Batako

Bidang konstruksi bangunan merupakan salah satu sektor ilmu
pengetahuan dan teknologi yang peningkatannya semakin pesat. Bidang
konstruksi memainkan peranan penting di dalam kehidupan masyarakat, di mana
hampir sebagian besar kehidupan masyarakat berada di dalam bangunan.
Meningkatnya pembangunan mengharuskan setiap pekerjaan kontruksi
memperhatikan aspek perencanaan, pelaksanaan tidak kalah penting adalah
material ringan yang digunakan untuk struktur atau non struktur untuk menghemat
waktu pekerjaan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada yang sudah tidak
termanfaatkan lagi. Salah satunya adalah material ringan dengan memanfaatkan
limbah pada pembuatan batako sebagai penyusun dinding. Berdasarkan masalah
tersebut penulis melakukan penelitian yan berjudul “Pemanfaatan Limbah Kertas
Koran Sebagai Bahan Pengganti Agregat Halus Pada Pembuatan Batako”.
Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui persentase limbah kertas
koran yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti agregat halus untuk
pembuatan batako yang memenuhi standar kuat tekan SNI 03-0349-1989 dan
manfaat dari proyek akhir ini, sebagai alternatif bagi Pimpinan UNP dalam
mengatasi dan memanfaatkan limbah kertas koran yang ada di kawasan kampus
dan sebagai sebuah inovasi bagi masyarakat serta sebagai bahan rujukan bagi
peneliti lainnya. Metode yang digunakan melalui pengujian kuat tekan dan
penimbangan berat batako untuk mengetahui mutu batako dari persentese limbah
kertas koran 0%, 3%, 5% dan 7% dari berat agregat halus. Berdasarkan hasil
pengolahan data didapatlah berat isi batako normal (0% kertas koran) sebesar
1539 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 3,03 MPa. Berat isi batako dengan 3% kertas
koran 1480 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 2,16 MPa. Berat isi batako dengan 5%
kertas koran 1406 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 1,62 MPa. Berat isi batako
dengan 7% kertas koran 1237 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 0,82MPa. Limbah
kertas koran yang memenuhi standar kuat tekan sebesar 3% dari berat agregat
halus tetapi tidak dapat dimanfaatkan karena tidak memenuhi standar sebagai
material untuk pembuatan batako.